Rabu, 23 Desember 2009

PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) PADA KAWASAN PADANG ALANG-ALANG DENGAN KONSEP PENGELOLAAN HAMA TERPADU

AGUNG YUDHI NUGROHO
E 451090041
Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB
(Disampaikan sebagai jawaban atas TAKE HOME EXAM MK.TPH)

ALANG-ALANG
Alang-alang atau ilalang ialah sejenis rumput berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma di lahan pertanian. Rumput ini juga dikenal dengan nama-nama daerah seperti alalang,halalang (Min.), lalang (Mly., Md., Bl.), eurih (Sd.), rih (Bat.), jih (Gayo), re (Sas., Sumbawa), rii, kii, ki (Flores), rie (Tanimbar), reya (Sulsel), eri, weri, weli (Ambon dan Seram), kusu-kusu (Menado, Ternate dan Tidore), nguusu (Halmahera), wusu, wutsu (Sumba) dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai bladygrass, cogongrass, speargrass, silver-spike atau secara umum disebut satintail, mengacu pada malai bunganya yang berambut putih halus. Orang Belanda menamainya snijgras, karena sisi daunnya yang tajam melukai.
Kalsifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Liliopsida

Ordo: Poales

Famili: Poaceae

Genus: Imperata

Spesies: Imperata. cylindrica
Marga Imperata memiliki anggota sekitar 8 atau 9 spesies. Selain Imperata cylindrica, beberapa jenis yang lain misalnya: Imperata brasiliensis - Brazilian bladygrass, Brazilian satintail, Imperata brevifolia - California satintail, Imperata conferta - plumegrass, kunay grass, Imperata contracta – guayanilla.

Deskripsi
Alang - alang tergolong jenis rumput tahunann yang memilki akar rimpang, tingginya berkisar abtara 50 sampai 200 cm. Panjang daunnya dapat mencapai 150 cm dan lebar 4-18 mm. Batangnya memiliki diameter 8 mm., terdiri atas 1-4 ruas yang apad ujungnya membentuk bunga dengan dengan panjang 3-20 cm. Rimpang alang - alang berdiameter 2-4.5 mm dan tumbuh menjalar pada kedalaman 15-20 cm dari permukaan tanah.

Perkembangbiakan
Alang - alang berkembang biak secara generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan rimpang. Tumbuhan ini dapat menghasilkan 3000 biji per tanaman. Pembungaan umumnya terjadi pada musim kering atau setelah mengalami stres seperti adanya kebakaran, penebasanatau kekeringan. Bijinya dapt berkecambah dalam waktu 1 minggu dan mampu bertahan selama 1 tahun. Alang - alang umumnya menyebar dengan rimpang yang di dalam tanah membentuk tajuk baru setiap panjang rimpang 25-50 cm. Potongan rimpang sepanjang 15 cm dapat menghasilkan 350 alang - alang baru hanya dalam waktu 6 minggu.

Penyebaran
Alang-alang menyebar alami mulai dari India hingga ke Asia timur, Asia Tenggara, Mikronesia dan Australia. Kini alang-alang juga ditemukan di Asia utara, Eropa, Afrika, Amerika dan di beberapa kepulauan. Namun karena sifatnya yang invasif tersebut, di banyak tempat alang-alang sering dianggap sebagai gulma yang sangat merepotkan.

PENGENDALIAN HAMA TERPADAU
Penggunaan kombinasi beberapa teknik pengendalain untuk menekan populasi hama secara efektif, ekonomis dan ramah lingkungan. Pemilihan teknik disesuaikan dengan tempat dan kondisi lokal.
Teknik Pengendalain Hama Terpadu
• Fisik Mekanik
• Biologi hayati
• Pengendalian Kimia
(Farikah N 10 September 2009, komunikasi pribadi)
TEKNIK PENGENDALAIN ALANG – ALANG
Teknik pengendalian alang - alang dalam persiapan lahan baik untuk lahan pertanian, perkebunan ataupun HTI harus memperhatikan konsep pengendalian hama terpadu. Berbagai cara dikembangbangkan dalam pengendalian alang - alang berdasarkan konsep pengendalian hama terpadu. Pada Tabel 1 dapat dilihat teknik pengendalain alang - alang, dimana setiap teknik terdapat keunggulan dan kelemahan masing - masing. Data ini disarikan dari Suryaningtyas et al,1996 dan Noor, 1997.

PENGENDALIAN ALANG-ALANG UNTUK PEMBANGUNAN HTI
Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah usaha hutan tanaman untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur sesuai dengan tapaknya (satu atau lebih sistem silvikultur) dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan kayu maupun non kayu. PP. 34/2002 tanggal 8 Juni 2002 paasal 30 ayat (3) usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman, dilaksanakan pada lahan kosong, padang alang-alang, dan atau semak belukar dihutan produksi (Direktorat Bina Pembangunan Hutan Tanaman, 2009). Padang alang- alang tersebar di seluruh Indonesia. Menurut Sukardi et al. dalam Garrity et al., 1997), luas padang alang-alang di Indonesia mencapai 8,5 juta ha atau sekitar 4,47% dari luas wilayah Indonesia.
Pengendalian alang-alang dalam rangka penyiapan lahan dapat dilakukan secara kimia atau penggunaan herbisida, fisik mekanik dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul atau bajak, menggunakan traktor ataupun dengan metode pengendalian hayati (biologi). Pembangunan HTI dengan areal padang alang - alang harus tetep dilakukan dengan konsep pengendalian hama terpadu. Selain itu faktor efektifitas dan biaya cukup berpengaruh dalam pembangunan HTI. Pengendalian alang - alang untuk pembangunan HTI dapat dilakukan dengan cara kimia dan cara biologi.

Berbagai teknik pengendalian alang - alang telah dikembangkan, tapi tidak semua teknik tersebut sesuai jika diterapkan untuk pembangunan HTI. Sebab dalam pembangunan HTI perlu adanya keefektivitasan dan biaya mengingat luasan lahan yang dipersiapkan cukup luas. Dari beberapa teknik yang ada dan dinilai cukup sesuai untuk persiapan pembangunan HTI yaitu dengan cara pengendalian secara kimia dan pengendalian secara biologi.
Konsep pengendalian alang alang yang disiapkan untuk membangunan HTI dengan menggunakan teknik pengendalian cara kimia dan cara biologis dilakukan secara berurutan. Tahapan pertama dilakuakan pengendalian cara kimia dengan menggunakan herbisida sistemik. Penyemprotan dilakukan pada kawasan padang alang alang yang disiapkan untuk HTI. Kemudian setelah beberapa hari tanaman menguning dan akan mati maka pengendalian biologi dapat dilakukan, dengan cara penanaman tanaman fast growing species. Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk menekan pertumbuhan kembali alang–alang pasca penyemprotan, sehingga biaya perawatan dapat ditekan dan dapat menghasilkan hasil sampingan.
Setelah penanaman tanaman sela dilakukan maka penenanaman pokok dapat dilakukan. Penenanaman tanaman pokok dan tanaman sela diatur sedemikian rupa sehingga nantinya tidak terjadi persaingan antar tanaman.

Pengendalian Cara Kimia
Pengendalian alang – alang secara kimia dipilih kerena teknik ini mempunyai banyak keuntungan jika diaplikasikan untuk pembangunan HTI, karena teknik ini mempunyai efektivitas yang cukup tinggi terhadap konservasi lingkungan dan ekonomis. Keuntungan pengendalian secara kimia yaitu, Menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya Pengendalian gulma dapat dipilih saatnya yang disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Areal pertanaman dapat diperluas. Herbisida mengurangi gangguan terhadap struktur tanah, bahkan gulma yang mati berfungsi sebagai mulsa yang bermanfaat mempertahankan kelembaban tanah, mengurangi erosi, menekan pertumbuhan gulma baru, dan berfungsi sebagai sumber bahan organik dan hara.
Pengendalain cara kimiawi untuk alang - alang sebaiknya menggunakan herbisida yang bersifat sistemik. Pemilihan herbisida yang bersifat sistemik karena cara kerja herbisida ini di alirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai keperakarannya. Keistimewaannya, dapat mematikan tunas - tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Hal ini sangat sesuai dengan fisiologis dari alang - alang, dimana perkembangbiakan alang - alang selain generatif, alang - alang juga berkembangbiak dengan vegetatitif yaitu rimpang, dimana rimpang dari alang - alang terletak didalam tanah dengan kedalaman 15-20 cm. Dengan cara kerja herbisida sistemik maka tunas dan rimpang yang ada didalam tanah akan mati. Untuk memaksimalkan penggunaan herbisida sistemik harus memperhatikan kondisi lingkungan saat itu, sebab kekurangan dari herbisida ini dalam pengaplikasian tergantung dari cuaca. Oleh sebab itu maka dalam penggunaan herbisida harus diperhatikan beberapa hal agar pemanfaatannya bisa optimal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik, yaitu: gulma harus dalam masa pertumbuhan aktif, penyemprotan dilakukan pada waktu cuaca cerah, tidak melakukan menyemprotan menjelang hujan, lokasi yang akan disemprot dalam keadaan kering, menggunakan air bersih sebagai bahan pelarut, dan herbisida boleh dicampur dengan herbisida 2,4D amina atau dengan herbisida Metsulfuron. Selain itu agar penggunaan herbisida tidak menyebakan pencemaran lingkungan maka penyemptotan dilakukan pada areal sasaran dan takaran dosis sesuai dengan kebutuhan per satuan luas. Contoh herbisida sistemik adalah glifosat, sulfosat, roundup, smart.

Pengendalian Cara Biologi
Alang-alang bukan hanya sebagai pesaing bagi tanaman lain terutama tanaman pangan dalam mendapatkan air, unsur hara dan cahaya tetapi juga menghasilkan zat alelopati yang menyebabkan pengaruh negatif pada tanaman lain (Hairiah et al., 2001). Alang alang pada areal terbuka sangat cepat menginvasi areal tersebut, sebab alang alang merupakan tumbuhan yang tidak tahan akan naungan sehingga pertumbuhannya sangat tertekan pada kondisi ternaungi.
Teknik yang dipergunakan dalam pengendalian ini dengan sistem tanaman sela. Teknik ini dipilih sebab dari aspek ekologis menciptakan tegakan yang heterogen sehingga kedepannya serangan hama dapat diminimalkan, sebab tegakan yang homogen sangat rentan terserang oleh hama. Dengan pengaturan daur antara tanaman pokok dan tanaman sela yang baik akan menghasilkan pendapatan tambahan. Pendapatan tersebut diperoleh dari pemanenan tanaman sela yang terlebih dahulu dipenen, sebab tanaman sela yang dipergunakan merupakan fast growing species dan pemilihan tanaman yang digunakan harus memperhatikan tanaman pokok, sehingga tidak terjadi persaingan antar tanaman. Beberpa tanaman yang biasa digunakan sebagai tanaman sela menurut Purnomosidhi dan Subekti R. 2000:
a. Sengon (Paraserianthes falcataria).
Pada awalnya petani membuka lahan yang beralang-alang dengan menggunakan herbisida dan dibajak. Selanjutnya ditanami sengon (Paraserianthes falcataria) dengan jarak tanam 2 x 2 atau 2 x 2.5 atau 2 x 4 m2. Pada sengon yang berumur antara 5-8 tahun intensitas cahaya yang samp ai di permukaan tanah antara 18-28% dari total cahaya penuh. Pada intensitas ini, alang-alang dapat ditekan pertumbuhannya, tetapi masih mampu untuk tumbuh kembali.
b. Akasia (Acasia mangium).
Akasia yang ditanam dengan jarak tanam 2 x 4 m2 (1.250 tanaman ha-1) dengan basal area 23 cm2 m-2 pada umur 4 tahun intensitas cahaya yang sampai di permukaan tanah hanya 10%, sehingga cukup baik digunakan untuk merehabilitasi alang-alang.
c. Petaian (Peltophorum dasyrrachis)
P. dasyrrachis yang ditanam di antara alang-alang dapat menghambat pertumbuhan alang-alang tersebut (Agroforestree Database; Van Noordwijk
and Rudjiman, 1997). Berdasarkan penelitian ICRAF-BMSF, biomasa alang-alang setelah satu tahun dinaungi dengan P. dasyrrachis adalah 0,252 Mg ha-1. Biomasa ini lebih kecil bila dibandingkan dengan alang-alang yang tanpa naungan yaitu 1,755 Mg ha-1.

d. Gamal (Gliricidia sepium)
G. sepium termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan alang-alang. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa biomasa alang-alang setelah satu tahun dinaungan G.sepium adalah 0,045 Mg ha-1, jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan alang-alang tanpa naungan yaitu 1,755 Mg ha-1. Biomasa alang-alang di bawah naungan P. dasyrrachis, G. sepium dan campuran antara P. dasyrrachis dengan G. sepium selama satu tahun.

PENUTUP
Pembangunan HTI pada kawasan padang alan alang dengan konsep pengendalian hama terpadu dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengendalian alang-alang untuk pembangunan HTI dilakukan secara kimiawi dan biologis.
2. Tahapan konsep pengendalian alang alang dilakukan dengan cara pengendalian dengan teknik kimia terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan teknik biologi
3. Pengendalian kimiawi dengan menggunakan herbisida sistemik, dalam penggunana herbisida harus tetap memperhatikan aspek lingkungan
4. Pengendalain secara biologis menggunakan tanaman sela yang bersifat fast growing species.
5. fast growing species antara laian Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acasia mangium), Petaian ( Peltopharum dasyrrachis), Gamal (Gliricidia sepium).

PUSTAKA

Direktorat Bina Pembangunan Hutan Tanaman. 2009. Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Indonesia. [Powerpoint]. Jakarta.

Garrity DP et al. 1997. The Imperata grasslands of tripocal Asia: area, distribution and typology. Agroforestry Systems 36: 3-29.

Hairiah K et al. 2000. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestry.
Lecture Note 5. ICRAF. [ terhubung berkala]. http://icraf.cgiar.org/sea. [12 Desember 2009].

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia jil. 1. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hal. 147-150.

Noor ES. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan Surut. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. [terhubung berkala]. http:// http://www.pustaka- deptan.go.id/agritek/isdp0102.pdf. [10 Desember 2009].

Purnomosidhi P dan Subekti R. 2000. Pengendalian Alang-Alang Dengan Pola Agroforestri. Bogor: ICRAF SEA. [terhubung berkala] http://www.worldagroforestry.org/SEA/Publications/files/bookchapter/BC 0164-05.PDF. [10 Desember 2009].

Suryaningtyas H, Anang G, dan Agus DG. 1996. Pengelolaan Alang - alang di Lahan Petani. Jakarta: Pusat penelitian Karet, Balai Penelitian Sembawa, Natural Resources Institute UK.